Jumat, 19 Agustus 2011

feeling

Ada suatu masa
Ketika sebuah rasa




Berkuasa

Ikan

Riuh rendah pelikan berebut ikan
di laut yang ombaknya pelan
dan menatapnya, perlahan sembari menyusuri tepian
aku akhirnya tahu, di mana ujungnya
senyuman itu memancarkan pesan
yang ingin kubungkus bersama metafora ikan, laut dan burung pelikan
aku menyukai setiap senyuman manusia
yang bersama-sama membuat dunia tidak kabur, tidak biasa
manusia yang tidak tenggelam begitu saja
pada sebuah altar ego, sungguh itu bukan di laut
laut yang kutatap dari mata seorang bocah di buritan

Palung

Dalam renung relungku
Aku memandangmu
Dirimu adalah palung
Yang membelenggu karang

Kaca Mata Kaca

Diam-diam dia menyukainya, dan tidak berhenti menatap dua mata yang berada di sana dibalik sebuah kaca, orang itu membaca dan tidak bersuara, sehingga dia sama sekali tidak tahu sebenarnya orang itu yang sedang membaca melihat dua objek berbeda yaitu gambar dimensi manusia dan ruang dalam buku ditangannya dan kilatan mata yang berbeda, warna coklat tua dari balik diafran tembus cahaya, didepannya.
Tetap orang itu terus membaca dan tidak terkesan menangkap mata yang sedari tadi menatapnya seperti patung yang berdiri lurus. orang itu terus membaca dan tidak berpaling, dari sebuah buku.
Aku tahu apa buku itu sebenarnya yaitu mata, aku melihat orang itu dan dia, saling menatap, walau balasan yang satunya hanya sekilas, walau terlihat tidak bagi orang lain yang tidak memperhatikan, aku melihat mata itu beradu, aku melihat sinar itu berbaur lalu bercampur, dan tiba-tiba retakan pada diafran muncul.
kaca itu pecah.

Waktu- Mu

Tinggal menunggu waktu, waktu yang mempermainkan kita dan banyak orang yang berharap padanya, bak pendulum, jam besi berdentang bunyinya berdetak keras mengangetkanku, pilihan pada apa yang tidak dianggap wajar, rasanya aku ada dalam ruang kosong, terbengong-bengong sendiri, mengapa ?

Jika ada jeda, sepertinya saat ini tepat untuk limbung d hadapanmu, sebab pertanyaanku tidak selalu bisa kujawab sendiri, matamu melihatku setiap detik namun aku berpaling lagi dan lagi, sungguh aku merindukanmu.

dalam rinai yang rapat, hujan yang patah, berdesakan, sendiri menikmatinya membuat waktu terasa berbicara banyak menceritakan kemungkinan-kemungkinan yang Engkau kirim.

sendiri terasa hangat meski dingin membuatku merapatkan kulitku, begitu dekatnya Engkau.

sendiri membuatku tahu ada banyak cinta, terlalu banyak.

Tinggal menunggu waktu untuk memastikan bahwa aku tidak akan kehilanganmu, sebab kulit dan tulangku, dan segala yang kupunya ini akan aus seiring waktu

semuanya adalah probabilitas dalam pendulum baik itu mekanik maupun abstrak

semua telah dipilih dan dijalani dengan sangat anggun

Mencecap segala hal terbaik yang engkau limpahkan hari ini, meski segudang tanda tanya

Tentang repetisi ku yang berulang-ulang.

Bagimu Pemilik Waktu

Hanya Bagimu

Terimakasih atas Waktumu yang banyak

yang tidak pernah bosan mendengarku meracau

Amin.

Surat Cinta No.1

Tuhan yang Maha Romantis

Dimanakah Engkau hari ini

Aku rindu

Tuhan yang Maha Romantis

Apakah engkau melihat diriku hari ini

Mengertikah Engkau aku tidak bisa se Romantis Engkau

Aku tidak mampu mencipta keindahan

Dan aku tidak mampu mengungkapkan keindahan

Tuhan Yang Maha Romantis

Betapa inginnya diriku, agar surat ini sampai segera

Aku perlu balasan Tuhan

Sebab inilah surat cinta no. 1

Yang seharusnya kukirim tepat waktu

Sabtu, 25 September 2010

Satu Keping Matahari

Engkaulah matahari yang mengantarkan hujan pada pagi

Engkaulah matahari yang tiada henti membakar api

Engkaulah lagu dan seribu puisi

Engkaulah keping kenangan hati

Padamulah aku menamai hari

Padamulah aku mencinta matahari

Padamulah aku membiarkan rinai senantiasa menari

Ingatkan aku pada matamu, ingatkan aku pada jalan buntu dan udara sepi

Ingatkan aku pada senyummu, ingatkan aku pada kota sesak dan riuh ramai

Padamulah aku terpapar mati

Padamulah aku terkapar perih

Cobalah mengerti